Rencana penyesuaian tarif royalti untuk mineral dan batu bara (minerba) diperkirakan akan berdampak pada rencana produksi perusahaan tambang yang bergantung pada komoditas yang terkena kenaikan tarif tersebut. "Kami percaya bahwa potensi peningkatan beban tarif yang harus ditanggung oleh perusahaan akan memengaruhi rencana produksi mereka dan mengganggu siklus produksi," ungkap Oktavianus Audi, Wakil Presiden, Kepala Pemasaran, Strategi, dan Perencanaan PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, pada Kamis (13/3/2025). Namun, ia menambahkan, perusahaan batu bara yang memiliki izin usaha pertambangan khusus (IUPK)—seperti PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI)—justru akan mendapatkan keuntungan dari rencana penyesuaian tarif royalti tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan agar perusahaan batu bara yang memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dikenakan tarif royalti yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), sejalan dengan batas maksimum yang telah ditetapkan sebelumnya sebesar 2%. Di sisi lain, perusahaan yang memiliki IUP akan mengalami peningkatan dalam pembayaran royalti apabila harga batu bara acuan (HBA) melebihi US$90 per ton. Menurut Oktavianus, hal ini akan berpengaruh pada peningkatan beban operasional bagi penambang batu bara yang memiliki IUP. Pandangan mengenai nikel dan tembaga menunjukkan bahwa rencana peningkatan tarif royalti dapat menyebabkan kenaikan biaya produksi, yang berpotensi mengakibatkan pengurangan produksi untuk kedua komoditas tersebut. Penyesuaian tarif royalti juga berpotensi mengakibatkan penundaan dalam ekspansi, yang pada gilirannya dapat mengurangi daya saing industri pertambangan nikel dan tembaga di dalam negeri. Oktavianus menyatakan bahwa jika potensi produksi nikel mengalami penurunan, ada kemungkinan harga komoditas tersebut akan meningkat di pasar global seiring dengan berkurangnya pasokan dari Indonesia. “Pada tahun 2024, Indonesia diperkirakan akan memproduksi bijih nikel sebanyak 298 juta ton atau setara dengan 1,6 juta ton nikel murni, yang mencakup 50% dari total produksi global. Oleh karena itu, pasokan dari Indonesia akan berpengaruh terhadap harga nikel di tingkat global,” jelasnya. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk menaikkan tarif royalti di saat harga komoditas mineral dan batubara sedang merosot. Ia menjelaskan bahwa fluktuasi harga komoditas adalah hal yang wajar dalam mekanisme pasar. “Umumnya, harga komoditas bersifat fluktuatif, tergantung pada permintaan pasar. Jadi, jika permintaan pasar sedang melemah, maka penurunan harga adalah hal yang pasti terjadi,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Rabu (12/3/3025). Pemerintah, ia menambahkan, akan terus memperhatikan berbagai kegiatan para pelaku usaha di sektor minerba saat rencana penyesuaian tarif tersebut dilaksanakan. Pada saat yang sama, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tetap menjadi fokus utama. Berikut adalah rencana kenaikan tarif iuran royalti untuk beberapa komoditas minerba yang diusulkan oleh Kementerian ESDM: 1. Batu bara Usulan kenaikan tarif royalti sebesar 1% diterapkan untuk harga batu bara acuan (HBA) yang mencapai ? US$90/ton, dengan batas maksimum tarif ditetapkan pada 13,5%. Sementara itu, tarif untuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK) berkisar antara 14% hingga 28%, mengikuti perubahan rentang tarif yang tercantum dalam revisi PP No. 15/2022. Sebelumnya, tarif progresif disesuaikan dengan HBA, sedangkan tarif PNBP IUPK berada pada kisaran 14% hingga 28%. 2. Nikel Pemerintah mengusulkan kenaikan tarif progresif menjadi antara 14% hingga 19% yang disesuaikan dengan harga mineral acuan (HMA). Sebelumnya, tarif tunggal untuk bijih nikel hanya sebesar 10%. 3. Nickel matte Usulan kenaikan tarif progresif sebesar 4,5% hingga 6,5% disesuaikan dengan HMA, sementara penghapusan windfall profit juga diusulkan. Sebelumnya, tarif tunggal yang berlaku adalah 2% dengan tambahan windfall profit sebesar 1%. 4. Feronikel Tarif progresif diusulkan untuk naik antara 5% hingga 7% sesuai dengan HMA. Sebelumnya, tarif tunggal yang berlaku hanya sebesar 2%. 5. Nickel pig iron Kenaikan tarif progresif diusulkan antara 5% hingga 7% disesuaikan dengan HMA. Sebelumnya, tarif tunggal yang berlaku adalah 5%. 6. Bijih tembaga Tarif progresif diusulkan untuk meningkat antara 10% hingga 17% disesuaikan dengan HMA. Sebelumnya, tarif tunggal yang berlaku hanya sebesar 5%. 7. Konsentrat tembaga Usulan kenaikan tarif progresif antara 7% hingga 10% disesuaikan dengan HMA. Sebelumnya, tarif tunggal yang berlaku hanya sebesar 4%. 8. Katoda tembaga Tarif progresif diusulkan untuk mulai dari 4% hingga 7% disesuaikan dengan HMA. Sebelumnya, tarif tunggal yang berlaku hanya sebesar 4%. 9. Emas Tarif progresif diusulkan untuk meningkat antara 7% hingga 16% disesuaikan dengan HMA. Seb 10. Perak Tarif royalti akan mengalami kenaikan sebesar 5% dari tarif sebelumnya yang sebesar 3,25%. 11. Platina Tarif royalti akan meningkat sebesar 3,75% dari tarif sebelumnya yang hanya 2%. 12. Logam timah Tarif royalti akan meningkat antara 3% hingga 10%, disesuaikan dengan harga jual timah, dari tarif tunggal sebelumnya yang sebesar 3%.