Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Kekhawatiran Meningkatnya Tarif Royalti Nikel Dan Emas, ESDM: Untuk Mewujudkan Keadilan!

Selasa, 25 Mar 2025

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menginformasikan bahwa penyesuaian tarif royalti di sektor mineral dan batu bara (minerba) dilakukan untuk menciptakan keadilan. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno, mengakui bahwa perubahan tarif royalti ini memicu berbagai pendapat. Hal ini terutama terlihat ketika perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batu bara mengalami penurunan tarif royalti, sedangkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) justru mengalami kenaikan tarif royalti.

"Ini lebih mengedepankan keadilan," kata Tri Winarno saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, seperti yang dilaporkan pada Selasa (25/3/2025).

Tri menyatakan bahwa penyesuaian tarif royalti di sektor mineral dan batu bara (minerba) bertujuan untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Target PNBP untuk tahun ini ditetapkan sebesar Rp 124,5 triliun.

"Tahun ini ditargetkan Rp 124,5 triliun. Saat ini harga sedang turun," ujarnya.

Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) antara tahun 2022 hingga 2024, PNBP dari sektor minerba selalu lebih tinggi dibandingkan dengan sektor migas. Sebagai contoh, pada tahun 2022, minerba menyumbang Rp 180,4 triliun, sedangkan migas hanya Rp 148,5 triliun.

Tren ini berlanjut pada tahun 2023, di mana kontribusi minerba mencapai Rp 172,1 triliun, sementara migas hanya Rp 117 triliun. Hingga tahun 2024, sektor minerba masih mendominasi dengan total Rp 140,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan migas yang tercatat Rp 110,9 triliun.

Sebelumnya, Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengungkapkan bahwa kebijakan ini dapat berpotensi merugikan pelaku usaha di sektor pertambangan. Meskipun demikian, dampaknya tidak akan dirasakan secara seragam oleh semua jenis komoditas pertambangan.

"Saya melihat rencana revisi PP26/2022 yang akan diterapkan oleh Pemerintah bisa menjadi kontraproduktif bagi pelaku usaha pertambangan, tetapi tidak untuk semua jenis komoditas," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (24/3/2025).

Dia menambahkan bahwa sektor nikel kemungkinan akan menjadi salah satu industri yang paling keberatan terhadap usulan revisi ini. Namun, hal ini mungkin tidak berlaku untuk industri timah dan batu bara, terutama bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Namun, hal ini mungkin tidak berlaku untuk timah dan batu bara, khususnya IUPK yang merupakan perpanjangan dari PKP2B, yang justru lebih menguntungkan dengan usulan revisi ini. Ini jauh lebih rasional bagi IUPK perpanjangan PKP2B," jelasnya.

Singgih berpendapat bahwa dalam usulan revisi ini, pemerintah lebih

Pemerintah saat ini sedang melakukan revisi terhadap peraturan mengenai royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Tujuan dari langkah ini adalah untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap pendapatan negara.

Revisi ini mencakup dua peraturan, yaitu Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2022 yang mengatur Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta PP No. 15 tahun 2022 yang berkaitan dengan Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

Beberapa komoditas yang direncanakan akan mengalami kenaikan tarif royalti meliputi batu bara, timah, tembaga, nikel, emas, perak, dan platina.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.