CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan

Raksasa Ritel Amerika Serikat Mengalami Kebangkrutan, Menyebabkan Kepanikan Di Kalangan Vendor Dan Kreditor

Rabu, 16 Apr 2025

Babak baru menghadang kebangkrutan perusahaan ritel fashion asal Amerika Serikat, Forever 21. Dalam rencana restrukturisasi yang diajukan, pemasok, vendor, dan kreditor akan menjadi pihak yang pertama kali disisihkan.

Sebelumnya, pada bulan Januari, pengecer JCPenney telah mengakuisisi induk Forever 21, yang dikenal sebagai SPARC Group. Namun, dalam pengajuan di pengadilan minggu lalu, komite kreditor menyatakan bahwa kesepakatan tersebut pada dasarnya mengharuskan Forever 21 dan beberapa afiliasinya untuk tetap melunasi utang yang dimiliki JCPenney.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemasok, karena dapat memperlambat dan mengurangi penggantian kerugian yang seharusnya diselesaikan oleh perusahaan ritel tersebut sebelum akuisisi terjadi.

"Hasil dari kasus-kasus ini sangat merugikan bagi kreditor tanpa jaminan. Kelangsungan hidup beberapa vendor terbesar Forever 21 dan mata pencaharian karyawan mereka berada dalam bahaya," ungkap komite dalam pengajuan pengadilan pada tanggal 10 April.

Forever 21 mengajukan kebangkrutan untuk kedua kalinya dalam enam tahun terakhir pada bulan Maret, dengan utang mencapai sekitar US$ 1,6 miliar (Rp 269 triliun). Rencana yang diusulkan untuk menghentikan operasi dan keluar dari kebangkrutan akan memberikan pembayaran kepada kreditor yang tidak aman, seperti pemasok dan vendor, sebesar 3% hingga 6% dari klaim mereka yang berjumlah US$ 433 juta (Rp 7,2 triliun).

Perusahaan ini mengalami kerugian akibat sepinya lalu lintas di mal dan meningkatnya persaingan dari platform daring. Dalam dokumen pengadilan, Forever 21 menyatakan bahwa mereka menghadapi kerugian kompetitif akibat pengecualian "de minimis", yang memungkinkan pesaing asing seperti Shein untuk mengimpor barang bernilai rendah dari China tanpa membayar bea masuk.

Perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump pada awal bulan ini telah menghapus pengecualian de minimis untuk barang-barang yang berasal dari China dan Hong Kong, yang mulai berlaku pada 2 Mei.

Di sisi lain, Authentic Brands Group, yang merupakan bagian dari SPARC Group dan pemilik hak kekayaan intelektual Forever 21, mengungkapkan kemungkinan untuk melisensikan kembali aset intelektual tersebut. Langkah ini dapat membantu mempertahankan keberadaan merek Forever 21 di AS dalam bentuk tertentu.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Komentar